Senin, 06 April 2009



Cuaca Buruk Diduga Jadi Penyebab

Cuaca Buruk Diduga Penyebab Jatuhnya Pesawat
Terbatasnya jarak pandang akibat hujan deras yang menguyur kawasan bandara Husen Sastranegara diduga menjadi penyebab jatuh dan meledaknya pesawat Foker 27 milik TNI AU. Sebelum pesawat jatuh, kawasan tersebut sedang dianda hujan lebat.
Hal itu diungkapkan saksi yang juga karyawan PT Dirgantara Indonesia (DI) yang enggan disebut namanya kepada Wartawan.

salah seorang saksi mengatakan,beberapa saat menjelang kejadian, dia sedang menyetir mobil dan lewat di antara SD Angkasa dan hanggar ACS yang tertabrak. Menurutnya, sekitar pukul 13.00, dirinya lewat sekitar SDN Angkasa, untuk menyetie saja jarak pandangnya terbatas dan susah.beberapa saat kemudian dia melihat ada pesawat melintas diatasnya. Tidak terlalu lama terdengar bunyi ledakan .

Selang beberapa menit, mobil pemadam kebakaran langsung menuju ujung landasan dalam suasana hujan lebat.
Begitu menabrak hanggar PTDI, pesawat pesawat Fokker milik TNI jatuh, meledak dan terbakar di Bandara Hussein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat. Api membumbung tinggi di hanggar pesawat.

menurut Firman salah seorang saksi mata menyebutkan pesawat tersebut meledak kuat sekali, hingga mengeluarkan bola apibesar.Firman adalah pegawai PTDI yang bertetangga dengan Bandara Hussein Sastranegara.

Pesawat itu diperkirakan jatuh pukul 12.30 WIB. Belum diketahui tipe pesawat Fokker itu. Namun diduga jenis F27.

Karyawan PT DI Berlarian Tonton Pesawat Terbakar


Pesawat Fokker 27 milik TNI AU yang jatuh dan meledak di Bandara Hussein Sastranegara membuat karyawan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) kaget. Mereka berlarian ke lantai atas untuk menyaksikan pesawat yang tengah terbakar hebat.

"Tadi teman-teman langsung lari ke atas, kepingin lihat," kata Firman, salah satu karyawan PT DI, kepada wartawan, Senin (6/4/2009). PT DI dan Bandara Hussein Sastregara bertetangga.

Firman mengatakan, pesawat itu terbakar beberapa menit. Api membumbung tinggi di hanggar PT DI yang ditabraknya.

"Semuanya langsung lari melihat dari atas. Kan itu jelas sekali," kata Firman.

Setelah api padam, beberapa mobil ambulans tampak mendatangi lokasi jatuhnya pesawat. "Sepertinya ada korban," duga Firman.

Situasi di sekitar Bandara Hussein Sastranegara dijaga ketat aparat kepolisian. Polisi memeriksa setiap orang yang keluar-masuk bandara Hussein. Beberapa ambulan dari TNI Angkatan Udara juga wara-wiri di sekitar lokasi kejadian.

Informasi yang diperoleh sejumlah wartawan,terdapat korban dari kejadian hanggar itu. Namun, kondisi korban belum bisa dipastikan. Wartawan tidak diperkenankan masuk ke lokasi kejadian.

Seorang saksi mata mendengar bunyi benturan keras dan melihat asap membumbung tinggi di salah satu hanggar Bandara Hussein Sastranegara. Namun, saksi tidak bisa memastikan apakah terjadi ledakan pesawat di hanggar atau pesawat menabrak hanggar.

"Saya mendengar bunyi seperti ledakan terus asap membungbung tinggi," kata saksi yang tinggal di dekat hanggar, Senin (6/4/2009).

Saat ini puluhan warga berkerumun di sekitar bandara. Wartawan tak diperbolehkan untuk masuk area bandara.

Pesawat Foker 27 Jatuh,25 orang tewas

TNI AU Fokker Jatuh
25 Anggota Paskhas di Dalam Fokker Tewas

Sebanyak 25 orang Penumpang pesawat Foker 27 milik TNI AU yang terjatuh dibandara Husen Sastranegara dierkirakan meninggal. Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Penerangan Paskhas TNI AU Lanud Sulaiman Letkol Nairiza kepada wartawan. Nairiza menambahkan sebanyak 7 orang kru dan 18 penumpang yang semuanya anggota Korpaskhas TNI AU semuanya tewas.


Letkol Nairiza menambahkan masih terjadi simpang siurnya data korban. Tapi berdasarkan manifes penerbangan krunya berjumlah tujuh orang dari Skadron II Jakarta dan penumpangnya 18 orang. “Semuanya penumpang anggota PakhasMenurutnya semua penumpang tewas. Tewas semua. Tidak utuh," katanya.

Sementara itu, Suasana di RS Salamun begitu mencekam. Iring-iringan ambulan TNI Angkatan Udara wara-wiri ke RS Salamun. Beberapa pengunjung dan suster Rumah Sakit melihat ambulan itu membawa mayat yang kondisinya sangat parah.

Berdasarkan pantauan Purnayudha, di kamar mayat RS Salamun, setidaknya sudah ada lima mayat yang terbungkus kantong plastik berwarna gelap. Mayat-mayat tersebut dijajarkan. Belum ada informasi identitas korban.
Salah seorang perwat mengungkapkan bahwa mayat mayat korban dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

Saat ini, ada sekitar 20-an suster di sekitar kamar mayat. Mereka menggunakan masker dan sarung tangan saat mengidentifikasi korban.
"Ini parah sekali," tambahnya.

Korban yang tewas merupakan Anggota Paskhas yang Sedang Mengikutikut Orientasi Terjun

Anggota Paskhas yang tewas akibat jatuhnya pesawat Fokker F27 di Bandara Husein Sastranegara, sekitar pukul 13.45 WIB, Senin (6/4/2009), baru saja mengikuti orientasi terjun dengan melihat instruktur terjun. Mereka sendiri baru akan terbang pada Rabu, 8 April nanti.

Dari 18 anggota Pakhas yang gugur tersebut, sedang mengikuti orientasi terjun.Menurut Nairiza, mereka bersama instrukturnya terbang dari Husein menuju Sulaeman. Di Sulaeman, beberapa orang instruktur terjun. Nah para siswa itu hanya melihat saja, kemudian mereka kembali lagi ke Husein. “Kalau Instrukturnya tidak naik pesawat lagi," ujar Kepala Dinas Penerangan Paskhas TNI AU Lanud Sulaeman kepada sejumlah wartawan.

Menurutnya ke-18 siswa orientasi terjun itu berasal dari seluruh Indonesia. Rata-rata usia mereka berkisar 20-25 tahun. "Semuanya laki-laki," kata dia.


Ambulan evakuasi korban ke RS Salamun

Jumlah Mayat yang dievakuasi ke RS Salamun terus bertambah. Sudah ada tujuh mayat yang berada di RS Salamun di Jalan Ciumbeuleuit, Bandung. Rata-rata kondisi mayat sangat parah dengan anggota badan saling terpisah. Anggota TNI AU bersiaga di depan pintu ruangan.

Selain ambulan dari TNI AU, RS Salamun juga mengirimkan ambulannya ke lokasi. Mayat-mayat tersebut masuk melalui bagian belakang rumah sakit. Di sekitar pintu masuk terdapat empat personel TNI Angkatan Udara. Mereka mencegah massa yang ingin melihat dari dekat evakuasi korban.

berikut nama nama korban Jatuhnya pesawat Foker 27

6 Kru Pesawat:
1. Kapten Penerbang I Gede Agustirta Santosa
2. Lettu Penerbang Yudo
3. Letda Teknik Dadang
4. Letda Teknik Rachmat
5. Serda Bachtiar
6. Serda Mas Karebet

18 Penumpang yang merupakan anggota Paskhas, termasuk siswa Diklat Paralayang Tempur TNI AU:
1. Lettu Wahyu Nani
2. Lettu Dani Koto
3. Letda Richi
4. Bintara Ervan
5. Tamtama Didi K
6. Tamtama Teguh
7. Tamtama Imran
8. Tamtama Arry
9. Tamtama Kadir
10. Tamtama Darmanto
11. Tamtama Danang
12. Tamtama Didi
13. Tamtama Ibnu
14. Tamtama Heru
15. Tamtama Erwin
16. Tamtama Faisal
17� Tamtama Dedi
18. Lettu Basone.

"Itu nama-nama yang ada pada kami. Belum lengkap ya dengan kepanjangannya," kata Kepala Dinas Penerangan Paskhas TNI AU Lanud Sulaeman, Letkol Nairiza.


Sabtu, 04 April 2009

Panglima TNI Kunjungi Korp Paskhas

Bandung - Panglima TNI Jenderal (TNI) Djoko Santoso meninjau kesiapan personel Korps Pasukan Khas (Korps Paskhas) TNI-AU yang disiapkan untuk mendukung pengamanan Pemilu 2009, di Markas Korps Paskhas Lanud Sulaiman Margahayu, Kabupaten Bandung, Selasa.

Panglima TNI yang didampingi Komandan Korps Paskhas Marsekal Pertama (TNI) Hari Budiono melakukan pemeriksaan pasukan pada apel yang diikuti dua batalyon Paskhas.

"Prajurit harus selalu siap mengamankan negara, termasuk dalam menghadapi Pemilu 2009 sesuai dengan aturan yang ada. Yang utama jaga netralitas TNI," kata Panglima TNI Djoko Santoso.

Panglima juga meminta prajurit Paskhas untuk senantiasa menjunjung tinggi Sumpah dan Janji Prajurit dalam menjalankan tugas serta menjaga nama baik dan kehormatan kesatuan.

Dalam kesempatan itu, Panglima juga meninjau peralatan dan sarana prasarana Pasukan Paskhas TNI-UA untuk mendukung tugas pengamanan Pemilu 2009 mulai dari logistik, perbekalan, persenjataan dan alat komunikasi (alkom) serta fasilitas pendukung lain.

Panglima juga berpesan agar setiap prajurit senantiasa menggunakan dan menjaga peralatan dan sarana yang ada sebaik-baiknya dan seefektif mungkin sesuai fungsinya untuk melindungi dan menjaga keamanan rakyat, bangsa dan negara.

Sementara itu Kepala Penerangan Korps Paskhas Letkol Nairiza menyebutkan kunjungan Panglima TNI bertujuan memeriksa kesiapan personel Paskhas untuk mendukung pengamanan Pemilu 2009.

Paskhas menyiagakan tim khusus anti teror dari Detasemen Bravo (DenBravo) yang siap diterjunkan bersama dengan personel TNI lain untuk mendukung pengamanan yang dilakukan oleh jajaran Polri.

"Ada sekitar dua batalyon yang disiapkan dengan status `on call`, semuanya siaga di Mako (markas komando). TNI tidak melakukan pengaman di TPS," kata Letkol Nairiza.

UU BHP Melanggengkan Komersialisasi Pendidikan

UU BHP melanggengkan Komersialisasi dan Kapitalisasi Pendidikan

Disahkannya RUU BHP menjadi UU BHP disikapi oleh mahasiswa dengan melakukan aksi. Penolakan dari berbagai kalangan melihat UUBHP menjadi alat justifikasi lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi melegalkan untuk meraup dana dari para peserta didik (mahasiswa) setinggi-tingginya.
Meski dari DPR memberikan garansi bahwa UU BHP tidak akan menyebabkan biaya studi di perguruan tinggi semakin mahal, inipun tampaknya belum bisa diterima bahkan dirasionalkan.
Menuai protes itulah keterwakilan dari banyak kalangan karena melihat dari sisi pembiayaan mencerminkan bahwa otonomi kampus semakin terbuka lebar. Arah kedepan bisa menjadikan legalnya bentuk dari komersialisasi kelembagaan pendidikan.
Dengan ini pemerintah secara tidak langsung angkat tangan dari tanggungjawabnya di bidang pendidikan. Bisa dilihat bagaimana tidak perguruan tinggi dengan berbagai persolan akademik membuat jurus strategis dengan dalih biaya operasional mereka bisa menggunakan legal kebijakan untuk menarik biaya studi.
Jauh dari semua itu baik berawal dari kesadaran bersama kita bisa melihat bahwa pendidikan mulai mengarah pada bentuk komoditas bisnis. Walaupun bisa dikatakan biaya khusus dan ” reguler” lebih mahal. Inilah realitas pendidikan kita yang semakin lama dijadikan ajang untuk meraup keuntungan oleh pihak-pihak tertentu.
Anak kalangan orang miskin pun kian semakin tersisihkan dan sulit melanjutkan jenjang pendidikan. Legitimasi percepatan pembiayaan semakin tak terbendung. Kampus bisa jadi menjadi ajang bisnis, dengan membangun sarana dan prasarana dengan menaikkan biaya dengan dalih ”untuk memperbaiki fasilitas guna mendukung proses pembelajaran”.
Uang adalah segalanya. Orang miskin dilarang sekolah itu menjadi kenyataan. Anak orang kurang mampu / miskin kian terpuruk dan tersisihkan akibat finansial, karena pendidikan bermutu menjadi saingan dan menyisihkan orang-orang yang tak mampu membayar biaya tinggi.
Pemerintah membuka lebar investor (pengusaha) memiliki BHP di dalam negeri dengan bekerjasama denganlembaga pendidikan. Kalangan mahasiswa dari rakyat kecil tidak terakomodasi dalam ruang lingkup pendidikan elite. Banyak yang tidak mendapat fasilitas dikarenakan tidak mampu membayar biaya.
Inilah salah satu kekejaman berdasar dari pendidikan kita. Pendidikan bukankan menjadikan manusia lebih manusiawi? Tapi disini lain, bukannya menjadikan pendidikan sebagai produksi manusia mengubah realitas sosial menjadi lebih berkeadilan, tapi menjadi alat reproduksi untuk menghasilkan budak-budak yang endingnya melanggengkan struktur ketimpangan sosial.
Kapitalisme tetaplah kapitalisme yang mengeruk keuntungan untuk kelompok tertentu. Hasil pendidikan menjadi ajang perdagangan layaknya budak kapitalisme sebagai idologinya yang bermain mengelola pendidikan dan lembaganya sebagai ajang bisnis oriented.
Kita tahu pendidikan adalah untuk menjadikan manusia menjadi bebas dan merdeka tidak terintervensi kepentingan tertentu. Dimana kecerdasan bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa mengenal sekat. Harusnya pemerintah bertanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa harus mengeluarkan UU BHP. Privatisasi akan mmenjadi hal yang mungkin dan komsersialisasi adalah efeknya pendidikan pun jadi korbannya.
Alasan apapun dari pemerintah, BHP tetap menjadi permasalahan baru yang krusial bagi masa depan bangsa khususnya lembaga pendidikan. Virus kapitalis tanpa difilter akan terus menggerogoti dan merasuk dalam fikir calon pemimpin dan kader bangsa. Nalar kapitalis itulah yang menang, pendidikan layaknya perusahaan dan bisa seenaknya dan tanpa batas meraup keuntungan.
Jangan sampai ini menjadi tambahan masalah baru yang menjadikan berjibun masalah tanpa solusi, sarjana-sarjana menganggur semakin banyak, karena harus bertarung dengan biaya dan modal. Layakkah ini menjadi tradisi buruk yang terulang tanpa memikirkan perubahan menuju keadilan.sadarkah kita untuk berfikir

Buruh Dalam Laci Politik

Sekilas Kerja Kontrak (outsourcing) Dalam Praktek

Tidak dipungkiri sistem kerja kontrak PKWT(Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan outsourcing (pemberian pekerjaan ke pihak lain/perusahaan-sub kontrak) sudah semakin marak, bahkan sudah mendominasi sistem kerja dalam industri/perusahaan saat ini, beberapa data menunjukkan angka 60-70% jumlah pekerja adalah pekerja kontrak. Banyak tulisan intelektual mendukung kebijakan sistem kerja kontrak-outsourcing atau sering disebut pasar tenaga kerja yang fleksibel, dengan berbagai dalih tanpa melihat akibat yang dialami oleh kaum buruh dan rakyat secara umum. Argumentasi para intelektual pendukung rezim penguasa dan pengusaha ini adalah untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya dengan menerapkan sistem kerja kontrak dan outsourcing, karena akan mengurangi pengangguran dengan pergantian waktu kerja.

Argumentasi para intelektual tersebut tenyata tidak terbukti, pengangguran tidak terserap oleh industri, bahkan juga tidak ada perkembangan pertumbuhan industri dalam dekade 2 tahun ini. Yang ada hanyalah relokasi lokal industri dalam negeri, yang umum dari daerah padat industri yang upahnya lebih tinggi ke daerah yang upahnya lebih rendah atau ke daerah pinggiran. Ini bisa kita lihat statistik berkurangnya jumlah industri di Jakarta, Tangerang dan Bandung serta berkembangnya industri di Sukabumi, Subang, Majalengka, dan kabupaten Semarang. Fakta lainnya kita disuguhkan pada tingkat pengangguran yang terus meningkat, artinya argumentasi intelektual akan terbukanya lapangan pekerjaan bagi pengangguran menjadi terbantahkan.

Dalam kehidupan keseharian di perusahaan-perusahaan atau kawasan industri, praktek hubungan industrial berkenaan dengan pekerja/buruh kontrak, bisa kita dapatkan kondisi sebagai berikut :

Pertama, perjanjian kerja dibuat sepihak atau tanpa proses kesepakatan, tidak sesuai dengan UUK (Undang Undang Ketenagakerjaan) Nomor 13/2003 pasal 52 huruf (a) dan (c).

Kedua, perjanjian kerja hanya dibuat tidak rangkap dan pekerja tidak diberi tahu serta isi perjanjian kerja tidak lengkap sesuai UUK 13 pasal 54 ayat 1, 2 dan 3.

Ketiga, pekerja kontrak yang diberi status harian kantor, pekerja harian lepas (PHL) atau ada beberapa sebutan lainnya diberi upah antara Rp. 10.000,- 15.000,- per hari dengan waktu kerja antara 8 jam sampai 12 jam.

Ketiga, pekerja kontrak mayoritas tidak diberikan fasilitas kesehatan, uang makan, uang lembur.

Keempat, pekerja kontrak/PKWT selama 2 tahun tidak boleh nikah dan hamil bagi pekerja perempuan

Kelima, diharuskannya membuat syarat-syarat baru bagi pekerja saat memperpanjang kontrak/PKWT.

Keenam, adanya perbedaan perjanjian antara pekerja laki-laki dan perempuan saat perpanjangan, pekerja laki-laki diberi pekerjaan-pekerjaan yang tidak begitu berat tanggung jawab produksinya serta diperpanjang tanpa syarat-syarat baru.

Ketujuh, adanya pemberian THR dan hak-hak lainnya yang diatur Undang-Undang kepada Pekerja kontrak/PKWT adalah tidak sesuai atau jauh di bawah standar aturan.

Di lain hal, adanya penerapan sistem kontrak telah membuat suasana kerja tidak tenang, ini karena adanya rasa tidak nyaman bagi pekerjaan dan adanya perbedaan-perbedaan antara pekerja tetap dan kontrak sehingga membuat resah, kondisi ini tentu disadari sepenuhnya oleh perusahaan akan berimbas pada hasil kerja atau produktivitas perusahaan baik kualitas dan kuantitas.

Nah, sebenarnya secara praktek sistem kerja kontrak-outsourcing bukanlah jawaban atas krisis ekonomi yang terus melanda negeri ini, karena jawaban tersebut terbukti tidak bisa mengentaskan pelaku ekonomi dan rakyat terbebas dari krisis. Sistem kontrak-outsourcing hanya membesarkan pemodal besar dan membenamkan pemodal kecil serta kaum buruh yang memiliki daya beli rendah akibat sistem ini.

Hukum dan prakteknya

Secara prinsip di dalam Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (UUK 13/2003) telah mengatur pekerjaan dan waktu serta kegiatan yang membolehkan sistem kerja kontrak [dalam bahasa UUK 13/2003 adalah Perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT], yakni dalam pasal 56, 57, 58, 59 dan 60, di antaranya sebagai berikut :

Pasal 58 ayat 1: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/Kontrak) Tidak boleh adanya masa percobaan;

Pasal 59 ayat 1: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/Kontrak) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu yaitu: (a) Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, (b) Pekerjaan yang diperkirakan selesai dalam waktu tidak lama,paling lama 3 tahun, (c) Pekerjaan yang bersifat musiman, (d) Pekerjaan yang mengerjakan produk baru, kegiatan baru, percobaan atau penjajakan;

Pasal 59 ayat 2: Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap;

Pasal 59 ayat 6: Perjanjian waktu tertentu (PKWT/kontrak) yang tidak memenuhi ketentuan pasal 59 ayat (1), (2), (4), (5) dan (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (tetap).

Ditinjau dari dasar hukum ini, praktek sistem kerja kontrak-outsourcing telah melanggar dan sudah seharusnya diberikan sanksi hukuman yang tegas kepada pengusaha atau setidaknya adalah mengembalikan sistem kerja kepada pekerja kontrak menjadi pekerja tetap.

Melihat celah perlawanan yang sederhana

Secara sadar dan penuh harapan, pekerja kontrak bila ditanya apa yang diinginkan dan diharap dari hubungan kerja ini akan menjawab ? Perubahan status kerja yang asalnya pekerja/buruh kontrak, menjadi pekerja/buruh tetap. Untuk semua jenis pekerjaan dan masa kerja sesuai dengan tanggal masuk kerja ?.

Lalu bagaimana cara perjuangannya?

Kendala paling besar adalah ketakutan akan dipecat secara sepihak dan tanpa pesangon bagi kaum buruh yang status kerjanya kontrak. Namun dari beberapa diskusi ternyata ada satu celah yang bisa diperjuangkan secara maksimal dan yang belum pernah dicoba oleh kaum buruh kita untuk mengajukan kepada perusahaan dengan kajian hukum dan prakteknya serta dinegosiasikan. Karena secara praktek sistem kerja kontrak-outsourcing sangat bertentangan dengan hukum yang memberikan legitimasi, yakni UUK 13/2003. Tentu tidak mudah, syarat yang harus dipenuhi yakni mayoritas buruh kontrak (paling tidak 75%) ikut mendukung dalam pengajuan tersebut.

Pilihan untuk 75% adalah agar pengusaha berpikir ulang untuk memecat sebanyak orang yang ikut karena pengusaha harus mendapatkan pekerja baru dengan kualitas yang sama. Cara mendukung sangat mudah yakni dengan membuat pengajuan kepada perusahaan dengan argumentasi hukum dan praktek seperti di atas serta diedarkan kepada buruh kontrak untuk ditandatangani serta dibuat grup diskusi tentang hal tersebut. Surat ini bisa dilayangkan kepada semua instansi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.

Bila ini bisa dilakukan dengan serentak oleh kaum buruh kontrak di perusahaan atau kawasan industri, maka tidak mustahil sistem ini bisa berubah. Bila negosiasi tidak terjadi, maka kekuatan yang besar tersebut bisa melakukan mogok. Pekerjaan di tingkat wilayah atau perusahaan ini juga harus didukung oleh serikat pekerja/serikat buruh tingkat nasional untuk merubah sistem kerja yang merugikan rakyat.

Usaha ini sedang dilakukan oleh kawan-kawan kontrak dengan membangun organisasi yakni PBKM-I (Perjuangan Buruh Kontrak Menggugat-Indonesia) dengan terus melakukan diskusi dan penggalangan tanda tangan dukungan di dua pabrik garmen untuk merubah sistem kerja kontrak menjadi tetap. (Suhendar)